Masyarakat Indonesia yang didominasi muslim peduli akan prinsip halal
dalam kehidupannya sehari-hari. Karena itu, kaidah halal dinilai dapat
menjadi kekuatan untuk mengembangkan ekonomi nasional.
Hal ini didukung oleh para ulama, terutama di Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang telah mengembangkan kaidah halal dan syariah di bidang pangan, obat-obatan, dan kosmetik. Begitu pula di sektor keuangan, asuransi, perbankan, dan wisata syariah.
"Dengan 240 juta penduduk yang lebih dari 80%-nya muslim, kaidah halal dapat menjadi kekuatan yang sangat potensial dalam pengembangan industri pangan, obat-obatan, dan kosmetik," ujar Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Ir. Sumunar Jati, pada Pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH) (19/08/2014) di Bogor.
Ia menambahkan, kaidah halal juga dapat menjadi kekuatan untuk menahan laju impor yang sangat deras, terutama di era pasar bebas seperti saat ini. Bahkan, kita dapat mengubah citra Indonesia dari pasar impor menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan produk-produk halal yang dihasilkan perusahaan-perusahaan bersertifikat halal.
Karena itu, Sumunar berpendapat, kaidah halal dan SJH penting dipahami dan diimplementasikan oleh para produsen pangan, obat-obatan, dan kosmetik. Tujuannya agar hal ini menjadi kekuatan bersama dalam meraih potensi pasar domestik yang besar. Negara-negara lainpun jadi tertarik mengimpor produk dari Indonesia.
Pelatihan SJH dilangsungkan pada 19-21 Agustus 2014. Sebanyak 47 orang peserta berasal dari perusahaan yang telah mendapat sertifikat halal maupun yang akan mengajukan proses sertifikasi halal. Latar belakang posisi dan jabatannya beragam, mulai dari bagian quality control, quality assurance, supervisor, manajer, sampai dari tingkat manajemen.
Selain perusahaan yang menghasilkan produk konsumsi, pelatihan juga diikuti utusan kantor konsultan bidang industri pangan. Bahkan ada pula peserta dari perusahaan pengolah susu terkemuka di Selandia Baru. Materi pelatihan diberikan dalam bentuk teori maupun praktik oleh para tenaga ahli LPPOM MUI yang telah berpengalaman.
Hal ini didukung oleh para ulama, terutama di Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang telah mengembangkan kaidah halal dan syariah di bidang pangan, obat-obatan, dan kosmetik. Begitu pula di sektor keuangan, asuransi, perbankan, dan wisata syariah.
"Dengan 240 juta penduduk yang lebih dari 80%-nya muslim, kaidah halal dapat menjadi kekuatan yang sangat potensial dalam pengembangan industri pangan, obat-obatan, dan kosmetik," ujar Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Ir. Sumunar Jati, pada Pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH) (19/08/2014) di Bogor.
Ia menambahkan, kaidah halal juga dapat menjadi kekuatan untuk menahan laju impor yang sangat deras, terutama di era pasar bebas seperti saat ini. Bahkan, kita dapat mengubah citra Indonesia dari pasar impor menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan produk-produk halal yang dihasilkan perusahaan-perusahaan bersertifikat halal.
Karena itu, Sumunar berpendapat, kaidah halal dan SJH penting dipahami dan diimplementasikan oleh para produsen pangan, obat-obatan, dan kosmetik. Tujuannya agar hal ini menjadi kekuatan bersama dalam meraih potensi pasar domestik yang besar. Negara-negara lainpun jadi tertarik mengimpor produk dari Indonesia.
Pelatihan SJH dilangsungkan pada 19-21 Agustus 2014. Sebanyak 47 orang peserta berasal dari perusahaan yang telah mendapat sertifikat halal maupun yang akan mengajukan proses sertifikasi halal. Latar belakang posisi dan jabatannya beragam, mulai dari bagian quality control, quality assurance, supervisor, manajer, sampai dari tingkat manajemen.
Selain perusahaan yang menghasilkan produk konsumsi, pelatihan juga diikuti utusan kantor konsultan bidang industri pangan. Bahkan ada pula peserta dari perusahaan pengolah susu terkemuka di Selandia Baru. Materi pelatihan diberikan dalam bentuk teori maupun praktik oleh para tenaga ahli LPPOM MUI yang telah berpengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar